Monday, 17 March 2014

GEMPABUMI YOGYAKARTA 27 MEI 2006 DAN PALEOSEISMOLOGI SESAR OPAK
YOGYAKARTA EARTHQUAKE OF MAY 27, 2006 AND OPAK FAULT PALEOSEISMOLOGY
Master Theses from JBPTITBPP / 2008-04-11 15:12:16
Oleh : Eka Tofani Putranto (NIM: 220 05 007), S2 - Geology
Dibuat : 2007-06-00, dengan 0 file

Keyword :
Earthquake, Intensity, Active fault, Paleoseismology

Abstrak:
Goncangan gempabumi kerap terjadi di Pulau Jawa, dengan magnitude yang mengakibatkan kerusakan dan yang tidak mengakibatkan kerusakan. Sumber gempabumi yang dapat dirasakan di Pulau Jawa berasal dari zona subduksi di selatan Jawa serta dari sesar aktif yang ada di daratan pulau. Gempabumi berkekuatan 6,3 yang mengguncang wilayah Yogyakarta dan Klaten pada tanggal 27 Mei 2006 merupakan gempabumi dengan pusat gempa di darat sekitar Bantul, menyebabkan kerusakan parah di sebagian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Propinsi Jawa Tengah, yaitu di Kabupaten Klaten. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sesar aktif yang bertanggungjawab atas kejadian gempa tanggal 27 Mei 2006, serta melakukan telaah mengenai aktifitas sesar aktif tersebut dengan melakukan studi paleoseismologi. Penelitian lapangan menunjukkan bahwa intensitas maximum sebesar VIII MMI terjadi di sekitar wilayah Bantul, yang ditandai dengan rusaknya bangunan yang direkayasa secara baik. Kerusakan bangunan umumnya terjadi karena buruknya kualitas bangunan, dekatnya ke pusat gempa serta litologi yang tidak stabil terhadap goncangan gempabumi. Efek gempa lain yang dapat diamati di lapangan adalah longsoran tanah, retakan pada tanah permukaan dan likuifaksi. Hasil pengukuran gempa susulan serta hasil pengukuran Global Positioning System menunjukkan pola sesar yang sejajar dengan arah aliran Kali Opak. Berdasarkan analisis data, menunjukkan bahwa Sesar Opak, mungkin merupakan sesar aktif yang bertanggung jawab atas kejadian gempa ini. Studi paleoseismologi menunjukkan bahwa setidaknya telah terjadi gempabumi yang cukup besar pada sekitar 2300 hingga 2900 tahun lalu.
Deskripsi Alternatif :

Abstract:
Damaging and undamaging earthquake oftenly felt in Java island. Felt earthquake in the island were sourced from the subduction zone south of Java and active fault located inland. The magnitude M=6.3 Yogyakarta Earthquake of May 27, 2006 was an inland epicenter located in the Bantul region, causing intensively damaged in Yogyakarta Province and a part of Central Java Province, the Klaten District. The objectives of this research are recognizing active fault responsible to the earthquake event of May 27, 2006, and also to study this fault activity by paleoseismology study. Field survey found that maximum intensity felt around Bantul District registered on VIII MMI Scale. The building damaged are mostly due to non engineered building, short distance to epicenter and lithology that unstable to earthquake shaking. Other effects of earthquake shaking were found as landslide, ground fracturing and liquefaction. The results of aftershock monitoring and GPS measurement showing a fault pattern paralel to the Opak River. Data analysis shown that Opak Fault was possibly an active fault that responsible to this earthquake event. Study on paleoseismology of the Opak fault, shown that this fault was active for at least 2300 to 2900 years ago.

Copyrights : Copyright (c) 2007 by ITB Central Library. Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided this notice is preserved.
Properti
Nilai Properti
ID Publisher
JBPTITBPP
Organisasi
S2 - Geology
Nama Kontak
Drs. Mahmudin, SIP.
Alamat
Jl. Ganesha 10
Kota
Bandung
Daerah
Jawa Barat
Negara
Indonesia
Telepon
62-22-2509118, 2500089
Fax
62-22-2500089
E-mail Administrator
digilib@lib.itb.ac.id
E-mail CKO
digilib@lib.itb.ac.id

Pegunungan Seribu

Wilayah karst yang terbaik untuk dijelajahi semenjak dulu kala di kepulauan Indonesia terletak di tenggara Jogjakarta. Bentangan sabuk wilayah ini yang membentang di selatan pulau Jawa secara keseluruhan dinamai Gunung Kidul (Pegunungan Selatan). Pegunungan ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
1.       Pertama adalah bagian utara termasuk pegunungan popok dan baturagung. Baturagung terutama terletak di bagian utra, namun membentang dari barat (tinggian Gunung Sudimoro sekitar 507 meter, antara Imogiri-Patuk), utara (G.Baturagung, ketinggian kurang lebih 828 meter), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur ketinggian kurang lebih 737 meter). Dibagian timur ini, Baturagung membentuk tinggian agak terpisah, yaitu G. Panggung (ketinggian kurang lebih 706 meter) dan G. Gajahmungkur. Baturagung ini membentuk relief paling kasar dengan sudut lereng antara 100-300 dan beda tinggi 200-700 meter serta hampir seluruhnya tersusun oleh batuan asal gunungapi.
2.      kedua Bagian selatan yang terdiri dari dua Basin besar yaitu Basin Baturetno dan Wonosari. Basin Wonosari terletak di bagian tengah pegunungan selatan, yaitu di daerah wonosari dan sekitarnya. Dataran ini dibatasi oleh Baturagung di sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Gunung Sewu. Aliran sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir ke barat dan menyatu dengan K. Opak. Sebagian endapan permukaan di daerah ini adalah lempung hitam dan endapan danau purba, sedangkan batuan dasarnya adalah batugamping. Cekungan Baturetno merupakan genangan Sungai Bengawan Solo yang tidak dapat mengalir ke arah selatan melewati Lembah Giritontro karena daya gerus sungai tidak dapat mengimbangi dengan pengangkatan Pegunungan Seribu. Cekungan Baturetno yang melebar ke arah utara sampai Waduk Gajah Mungkur memiliki topografi berupa dataran bergelombang dengan ketinggian kurang lebih 150-175 meter diatas permukaan laut. Cekungan Baturetno dikelilingi topografi perbukitan di sebelah sisi barat dan timur yang dibatasi oleh gawir-gawir bertingkat dan terjal dari arah timur laut sampai barat daya. Batuan dasar Cekungan Baturetno terdiri dari persilangan antara batugamping fragmental dengan kalkarenit dan kalsilutit. Ketidakselarasan formasi Wonosari menyebabkan batu lempung hitam dengan batupasir konglomerat terendapkan diatasnya . Batu lempung hitam terendapkan di bagian tengah dari Cekungan Baturetno, sedangkan batupasir konglomerat diendapkan di mulut alur lembah dari sungai-sungai yang berasal dari bukit-bukit di sekeliling Cekungan Baturetno membentuk endapan kipas alluvial.
3.      Ketiga adalah Pegunungan gamping Gunung Sewu yang memanjang di sekitar pesisir Samudera Hindia. Pegunungan yang memanjang dari barat sampai ke timur ini panjangnya mencapai sekitar 85 km. Sedangkan lebarnya dari utara ke selatan adalah sekitar 10 sampai 15 km. Sehinnga wilayah ini mempunyai luas  coveran sekitar 1300km2. Gunung Sewu terletak di luar sumbu barisan vulkanis Jawa yang memanjang pada arah timur-barat, berbatasan dengan pantai Samudra Hindia. Pegunungan tersebut dikelilingi oleh dataran aluvial dan barisan pegunungan yang ketinggiannya tidak melebihi 800 meter, contohnya:
a.       Sebelah timur, dekat Sungai Opak, dataran aluvial Yogyakarta
b.      Sebelah utara, dataran rendah Wonosari dan Baturetno. Keduanya terpisah oleh barisan Gunung Panggung setinggi 706 meter. Dari dataran Baturetno terlihat barisan Gunung Popok di utara.
c.       Di utara, sebelah barat dataran Wonosari terdapat barisan Gunung Sudimoro diikuti barisan Gunung Baturagung yang membentuk suatu kesatuan yang dinamakan Gunung Kidul. Ujung utara barisan Gunung Kidul berada di pinggir depresi Solo.
Geologi gunung Sewu terbentuk oleh gamping Neogeae (pada pertengahan masa Miosen) di daerah depresi dimana terakumulasi banyak bahan sedimentasi seperti hasil erosi di wilayah daratan, bahan-bahan terlapuk dan bahan material erupsi gunung berapi. Susunan batuan gamping di pertengahan disebut Lapisan Wonosari yang ketebalannya mencapai lebih dari 200 meter, sesuai dengan perhitungan Flathe dan Pfeiffer, namun tidak ada model yang pasti bagaimana ketebalan ini dapat diketahui. Di Basin Wonosari dan Basin Baturetno materi sedimennya bertingkat secara lokal menjadi batu gamping berongga, batu gamping lunak, dan kapursemen(kalsit). Batu gamping Wonosari ditimpa oleh lapisan Oyo yang terbentuk pada pertengahan masa Miosen yang tersusun atas materi yang luar biasa bervariasi (marl, tuff, breksi gamping, batu pasir, konglomerat, dan lain sebagainya). Sebagian lapisan Oyo bersifat  kedap air. Di basin-basin tersebut lapisan wonosari ditimpa lagi oleh sebuah lapisan yang disebut Lapisan Kepek yang banyak mengandung marl,lempung, dan material-material tuff.
Perlapisan Gamping coral dan karang laut raksasa yang kasar dan berwarna agak keputih-putihan membuat kemiringan lereng gunung Sewu mempunyai derajat yang kecil dari selatan sampai ujung tenggara. Pada bagian barat tingginya dapat mencapai 400 meter. Di sini footwall lapisan Oyo terpotong oleh sisi pegunungan. Di bagian tengah dari Plato ada pembelokan lapisan yang terlihat secara nyata (250-300m) , sedangkan bagian timur menunjukkan kenampakan lipatan tipis yang berbentuk pelana kuda dan kompresi teras-teras horizontal (350-400m) . Pegunungan selatan yang menjadi tepi dari Basin Wonosari berupa kenampakan yang terkontrol oleh patahan-patahan.
Struktur Geologi Pegunungan Selatan
Menurut Van Bemmelen (1949) daerah Pegunungan Selatan telah mengalami empat kali pengangkatan. Pola struktur geologi yang ada pada Pegunungan Selatan yaitu :
1.             Arah NE-SW, umumnya merupakan sesar geser sinistral yang terjadi akibat penunjaman lempeng Indo-Australia selama Eosen hingga Miosen Tengah. Arah ini ditunjukkan oleh kelurusan sepanjang Sungai Opak dan Sungai Bengawan Solo.
2.             Arah N-S, sebagian besar juga merupakan sesar geser sinistral, kecuali pada batas barat Pegunungan Selatan yang merupakan sesar turun.
3.             Arah NW-SE, umumnya merupakan sesar geser dekstral. Set kedua dan ketiga arah ini tampak sebagai pasangan rekahan yang terbentuk akibat gaya kompresi berarah NNW-SSE yang berkembang pada Pliosen Akhir.
4.             Arah E-W, sebagian besar merupakan sesar turun yang terjadi akibat gaya regangan berarah N-S dan berkembang pada Pleistosen Awal.


Keterangan :
1.      Aluvial
Pada gambar di atas aluvial berada di Kali Opak, sebelah utara Plopoh, sebelah utara Baturagung dan di Basin Baturetno. Aliran sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir ke barat dan menyatu dengan K. Opak. Sebagian endapan permukaan di daerah ini adalah lempung hitam dan endapan danau purba, sedangkan batuan dasarnya adalah batugamping yang terendapkan dan membentuk kipas aluvial pada cekungan/basin baturetno.
2.      Gunungapi Muda
Gunungapi Muda berdasarkan gambar diatas berada di Yogyakarta di sebelah utara Kali Opak. 
3.      Gunungapi Tua
Gunungapi tua berdasarkan gambar diatas berada di sebelah utara Kambengan dan sebelah timur Plopoh.
4.      Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.
Formasi Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari 10o dan kaya akan fosil foraminifera kecil. Fosil yang terkandung di antaranya Globorotalia plesiotumidaBLOW dan BANNER, Globorotalia
merotumidaGloboquadrina dehiscens CHAPMAN, PARR dan COLLINS, Amphistegina sp., Textularia sp., Cibicides sp.Cassidulina sp. dan Virgulina sp. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka umur Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga Pliosen. Formasi Kepek menjemari dengan bagian atas dari Formasi Wonosari-Punung. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) (Samodra, 1984, dalam Bronto dan Hartono, 2001).
5.      Batugamping Wonosari
Batugamping Wonosari sama dengan Formasi Wonosari. Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur.
Berdasarkan kandungan fosil foraminifera besar dan kecil yang melimpah, diantaranyaLepidocyclina sp. dan Miogypsina sp., ditentukan umur formasi ini adalah Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk, 1992).
6.      Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo tersebar luas di sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 350 meter dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo.
Formasi Oyo umumnya berlapis baik. Sedangkan fosil yang dijumpai antara lainCycloclypeus annulatus MARTIN, Lepidocyclina rutteni VLERK, Lepidocyclina ferreroiPROVALE, Miogypsina polymorpha RUTTEN dan Miogypsina thecideaeformis RUTTEN yang menunjukkan umur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir (Bothe, 1929). Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal (zona neritik) yang dipengaruhi kegiatan gunungapi.
7.      Formasi Andesit Tua
Batuan penyusun dari formasi ini terdiri atas Breksi andesit, Tuf, Tuf Tapili, Aglomerat dan sisipan aliran lava andesit. Lava, terutama terdiri dari Andesit hiperstein dan Andesit augit hornblende (Wartono Raharjo dkk, 1977).
Formasi Andesit Tua ini dengan ketebalan mencapai 500 meter mempunyai kedudukan yang tidak selaras di atas formasi Nanggulan. Batuan penyusun formasi ini berasal dari kegiatan vulaknisme di daerah tersebut, yaitu dari beberapa gunung api tua di daerah Pegunungan Kulon Progo yang oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Gunung Api Andesit Tua. Gunung api yang dimaksud adalah Gunung Gajah, di bagian tengah pegunungan, Gunung Ijo di bagian selatan, serta Gunung Menoreh di bagian utara Pegunungan Kulon Progo.
Aktivitas dari Gunung Gajah di bagian tengah mengahsilkan aliran-aliran lava dan breksi dari andesit piroksen basaltic. Aktivitas ini kemudian diikuti Gunung Ijo di bagian selatan Pegunungan Kulon Progo, yang menghasilkan Andesit piroksen basaltic, kemudian Andesit augit hornblende dan kegiatan paling akhir adalah intrusi Dasit. Setelah denudasi yang kuat, sedikit anggota dari Gunung Gajah telah tersingkap, di bagian utara, Gunung Menoreh ini menghasilkan batuan breksi Andesit augithornblende, yang disusul oleh intrusi Dasit dan Trakhiandesit.
Purnamaningsih (1974, vide warttono rahardjo, dkk, 1977) menyebutkan telah menemukan kepingan Tuff napalan yang merupakan fragmen Breksi. Kepingan Tuff napalan ini merupakan hasil dari rombakan lapisan yang lebih tua, dijumpai di kaki gunun Mujil. Dari hasil penelitian, kepingan Tuff itu merupakan fosil Foraminifera plantonik yang dikenal sebagai Globigerina ciperoensis bolli, Globigerina geguaensis weinzrel; dan applin serta Globigerina praebulloides blow. Fosil-fosil ini menunjukkan umur Oligosen atas.
Formasi Andesit Tua secara stratrigrafis berada di bawah Formasi Sentolo. Harsono Pringgoprawiro (1968, hal.8) dan Darwin Kadar (1975, hal.2) menyimpulkan bahwa umur Formasi Sentolo berdasarkan penelitian terhadap Foraminifera plantonik adalah berkisar antara Awal Meiosen sampai Pliosen. Formasi Nanggulan, yang terletak di bawah Formasi Andesit Tua mempunyai kisaran umur Eosen Tengah hingga Oligosen Atas (hartono, 1969, vide Wartono Rahardjo, dkk, 1977). Jika kisaran umur itu dipakai, maka Formasi Andesit Tua diperkirakan berumur Oligosen Atas sampai Meiosen Bawah. Menurut Purbaningsih (1974, vide wartono Rahardjo, dkk, 1977) umur Formasi Tua ini adalah Oligosen. 

8.      Patahan Normal dan Flexure
Patahan normal adalah patahan dip-slip dimana bongkahan batuan yang ada di bagian atas tergelincir ke arah bawah relatif terhadap bongkahan batuan di bawahnya.
            Flexure adalah suatu bentukan yang terjadi jika pergeseran ke arah vertikal antara dua blok batuan yang besar, hanya melampaui jarak yang tidak panjang, sehingga antara dua massa batuan yang bergeser tersebut tidak sampai putus, melainkan hanya terjadi atau membentuk tarikan saja.


No comments:

Post a Comment

Pages