GEMPABUMI
YOGYAKARTA 27 MEI 2006 DAN PALEOSEISMOLOGI SESAR OPAK
YOGYAKARTA
EARTHQUAKE OF MAY 27, 2006 AND OPAK FAULT PALEOSEISMOLOGY
Master Theses from JBPTITBPP / 2008-04-11 15:12:16
Oleh : Eka Tofani Putranto (NIM: 220 05 007), S2 - Geology
Dibuat : 2007-06-00, dengan 0 file
Keyword :
Oleh : Eka Tofani Putranto (NIM: 220 05 007), S2 - Geology
Dibuat : 2007-06-00, dengan 0 file
Keyword :
Earthquake,
Intensity, Active fault, Paleoseismology
Abstrak:
Goncangan
gempabumi kerap terjadi di Pulau Jawa, dengan magnitude yang mengakibatkan
kerusakan dan yang tidak mengakibatkan kerusakan. Sumber gempabumi yang dapat
dirasakan di Pulau Jawa berasal dari zona subduksi di selatan Jawa serta dari
sesar aktif yang ada di daratan pulau. Gempabumi berkekuatan 6,3 yang
mengguncang wilayah Yogyakarta dan Klaten pada tanggal 27 Mei 2006 merupakan
gempabumi dengan pusat gempa di darat sekitar Bantul, menyebabkan kerusakan
parah di sebagian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Propinsi
Jawa Tengah, yaitu di Kabupaten Klaten. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui sesar aktif yang bertanggungjawab atas kejadian gempa tanggal 27 Mei
2006, serta melakukan telaah mengenai aktifitas sesar aktif tersebut dengan
melakukan studi paleoseismologi. Penelitian lapangan menunjukkan bahwa
intensitas maximum sebesar VIII MMI terjadi di sekitar wilayah Bantul, yang
ditandai dengan rusaknya bangunan yang direkayasa secara baik. Kerusakan
bangunan umumnya terjadi karena buruknya kualitas bangunan, dekatnya ke pusat
gempa serta litologi yang tidak stabil terhadap goncangan gempabumi. Efek gempa
lain yang dapat diamati di lapangan adalah longsoran tanah, retakan pada tanah
permukaan dan likuifaksi. Hasil pengukuran gempa susulan serta hasil pengukuran
Global Positioning System menunjukkan pola sesar yang sejajar dengan arah
aliran Kali Opak. Berdasarkan analisis data, menunjukkan bahwa Sesar Opak,
mungkin merupakan sesar aktif yang bertanggung jawab atas kejadian gempa ini.
Studi paleoseismologi menunjukkan bahwa setidaknya telah terjadi gempabumi yang
cukup besar pada sekitar 2300 hingga 2900 tahun lalu.
Deskripsi
Alternatif :
Abstract:
Abstract:
Damaging
and undamaging earthquake oftenly felt in Java island. Felt earthquake in the
island were sourced from the subduction zone south of Java and active fault
located inland. The magnitude M=6.3 Yogyakarta Earthquake of May 27, 2006 was
an inland epicenter located in the Bantul region, causing intensively damaged
in Yogyakarta Province and a part of Central Java Province, the Klaten
District. The objectives of this research are recognizing active fault
responsible to the earthquake event of May 27, 2006, and also to study this
fault activity by paleoseismology study. Field survey found that maximum
intensity felt around Bantul District registered on VIII MMI Scale. The
building damaged are mostly due to non engineered building, short distance to epicenter
and lithology that unstable to earthquake shaking. Other effects of earthquake
shaking were found as landslide, ground fracturing and liquefaction. The
results of aftershock monitoring and GPS measurement showing a fault pattern
paralel to the Opak River. Data analysis shown that Opak Fault was possibly an
active fault that responsible to this earthquake event. Study on
paleoseismology of the Opak fault, shown that this fault was active for at
least 2300 to 2900 years ago.
Copyrights
: Copyright (c) 2007 by ITB
Central Library. Verbatim copying and distribution of this entire article is
permitted by author in any medium, provided this notice is preserved.
Properti
|
Nilai Properti
|
ID Publisher
|
JBPTITBPP
|
Organisasi
|
S2 - Geology
|
Nama Kontak
|
Drs. Mahmudin, SIP.
|
Alamat
|
Jl. Ganesha 10
|
Kota
|
Bandung
|
Daerah
|
Jawa Barat
|
Negara
|
Indonesia
|
Telepon
|
62-22-2509118, 2500089
|
Fax
|
62-22-2500089
|
E-mail Administrator
|
digilib@lib.itb.ac.id
|
E-mail CKO
|
digilib@lib.itb.ac.id
|
Pegunungan Seribu
Wilayah karst yang
terbaik untuk dijelajahi semenjak dulu kala di kepulauan Indonesia terletak di
tenggara Jogjakarta. Bentangan sabuk wilayah ini yang membentang di selatan pulau
Jawa secara keseluruhan dinamai Gunung Kidul (Pegunungan Selatan). Pegunungan
ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Pertama adalah bagian utara termasuk
pegunungan popok dan baturagung. Baturagung terutama terletak di bagian utra,
namun membentang dari barat (tinggian Gunung Sudimoro sekitar 507 meter, antara
Imogiri-Patuk), utara (G.Baturagung, ketinggian kurang lebih 828 meter), hingga
ke sebelah timur (G. Gajahmungkur ketinggian kurang lebih 737 meter). Dibagian
timur ini, Baturagung membentuk tinggian agak terpisah, yaitu G. Panggung
(ketinggian kurang lebih 706 meter) dan G. Gajahmungkur. Baturagung ini
membentuk relief paling kasar dengan sudut lereng antara 100-300 dan
beda tinggi 200-700 meter serta hampir seluruhnya tersusun oleh batuan asal
gunungapi.
2. kedua Bagian selatan yang terdiri dari dua
Basin besar yaitu Basin Baturetno dan Wonosari. Basin Wonosari terletak di
bagian tengah pegunungan selatan, yaitu di daerah wonosari dan sekitarnya.
Dataran ini dibatasi oleh Baturagung di sebelah barat dan utara, sedangkan di
sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Gunung Sewu. Aliran sungai utama di
daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir ke barat dan menyatu dengan K. Opak.
Sebagian endapan permukaan di daerah ini adalah lempung hitam dan endapan danau
purba, sedangkan batuan dasarnya adalah batugamping. Cekungan Baturetno
merupakan genangan Sungai Bengawan Solo yang tidak dapat mengalir ke arah
selatan melewati Lembah Giritontro karena daya gerus sungai tidak dapat
mengimbangi dengan pengangkatan Pegunungan Seribu. Cekungan Baturetno yang
melebar ke arah utara sampai Waduk Gajah Mungkur memiliki topografi berupa
dataran bergelombang dengan ketinggian kurang lebih 150-175 meter diatas
permukaan laut. Cekungan Baturetno dikelilingi topografi perbukitan di sebelah
sisi barat dan timur yang dibatasi oleh gawir-gawir bertingkat dan terjal dari
arah timur laut sampai barat daya. Batuan dasar Cekungan Baturetno terdiri dari
persilangan antara batugamping fragmental dengan kalkarenit dan kalsilutit.
Ketidakselarasan formasi Wonosari menyebabkan batu lempung hitam dengan
batupasir konglomerat terendapkan diatasnya . Batu lempung hitam terendapkan di
bagian tengah dari Cekungan Baturetno, sedangkan batupasir konglomerat
diendapkan di mulut alur lembah dari sungai-sungai yang berasal dari
bukit-bukit di sekeliling Cekungan Baturetno membentuk endapan kipas alluvial.
3. Ketiga adalah Pegunungan gamping Gunung Sewu
yang memanjang di sekitar pesisir Samudera Hindia. Pegunungan yang memanjang
dari barat sampai ke timur ini panjangnya mencapai sekitar 85 km. Sedangkan
lebarnya dari utara ke selatan adalah sekitar 10 sampai 15 km. Sehinnga wilayah
ini mempunyai luas coveran sekitar 1300km2. Gunung Sewu
terletak di luar sumbu barisan vulkanis Jawa yang memanjang pada arah
timur-barat, berbatasan dengan pantai Samudra Hindia. Pegunungan tersebut
dikelilingi oleh dataran aluvial dan barisan pegunungan yang ketinggiannya
tidak melebihi 800 meter, contohnya:
a. Sebelah timur, dekat Sungai Opak, dataran
aluvial Yogyakarta
b. Sebelah utara, dataran rendah Wonosari dan
Baturetno. Keduanya terpisah oleh barisan Gunung Panggung setinggi 706 meter.
Dari dataran Baturetno terlihat barisan Gunung Popok di utara.
c. Di utara, sebelah barat dataran Wonosari
terdapat barisan Gunung Sudimoro diikuti barisan Gunung Baturagung yang
membentuk suatu kesatuan yang dinamakan Gunung Kidul. Ujung utara barisan
Gunung Kidul berada di pinggir depresi Solo.
Geologi gunung Sewu
terbentuk oleh gamping Neogeae (pada pertengahan masa Miosen) di daerah depresi
dimana terakumulasi banyak bahan sedimentasi seperti hasil erosi di wilayah
daratan, bahan-bahan terlapuk dan bahan material erupsi gunung berapi. Susunan
batuan gamping di pertengahan disebut Lapisan Wonosari yang ketebalannya
mencapai lebih dari 200 meter, sesuai dengan perhitungan Flathe dan Pfeiffer,
namun tidak ada model yang pasti bagaimana ketebalan ini dapat diketahui. Di
Basin Wonosari dan Basin Baturetno materi sedimennya bertingkat secara lokal
menjadi batu gamping berongga, batu gamping lunak, dan kapursemen(kalsit). Batu
gamping Wonosari ditimpa oleh lapisan Oyo yang terbentuk pada pertengahan masa
Miosen yang tersusun atas materi yang luar biasa bervariasi (marl, tuff, breksi
gamping, batu pasir, konglomerat, dan lain sebagainya). Sebagian lapisan Oyo
bersifat kedap air. Di basin-basin tersebut lapisan wonosari ditimpa
lagi oleh sebuah lapisan yang disebut Lapisan Kepek yang banyak mengandung
marl,lempung, dan material-material tuff.
Perlapisan Gamping
coral dan karang laut raksasa yang kasar dan berwarna agak keputih-putihan
membuat kemiringan lereng gunung Sewu mempunyai derajat yang kecil dari selatan
sampai ujung tenggara. Pada bagian barat tingginya dapat mencapai 400 meter. Di
sini footwall lapisan Oyo terpotong oleh sisi pegunungan. Di bagian tengah dari
Plato ada pembelokan lapisan yang terlihat secara nyata (250-300m) , sedangkan
bagian timur menunjukkan kenampakan lipatan tipis yang berbentuk pelana kuda
dan kompresi teras-teras horizontal (350-400m) . Pegunungan selatan yang
menjadi tepi dari Basin Wonosari berupa kenampakan yang terkontrol oleh
patahan-patahan.
Struktur Geologi Pegunungan Selatan
Menurut Van Bemmelen (1949) daerah Pegunungan
Selatan telah mengalami empat kali pengangkatan. Pola struktur geologi yang ada
pada Pegunungan Selatan yaitu :
1.
Arah NE-SW, umumnya
merupakan sesar geser sinistral yang terjadi akibat penunjaman lempeng
Indo-Australia selama Eosen hingga Miosen Tengah. Arah ini ditunjukkan oleh
kelurusan sepanjang Sungai Opak dan Sungai Bengawan Solo.
2.
Arah N-S, sebagian
besar juga merupakan sesar geser sinistral, kecuali pada batas barat Pegunungan
Selatan yang merupakan sesar turun.
3.
Arah NW-SE, umumnya
merupakan sesar geser dekstral. Set kedua dan ketiga arah ini tampak sebagai
pasangan rekahan yang terbentuk akibat gaya kompresi berarah NNW-SSE yang
berkembang pada Pliosen Akhir.
4.
Arah E-W, sebagian
besar merupakan sesar turun yang terjadi akibat gaya regangan berarah N-S dan
berkembang pada Pleistosen Awal.
Keterangan :
1. Aluvial
Pada gambar di atas
aluvial berada di Kali Opak, sebelah utara Plopoh, sebelah utara Baturagung dan
di Basin Baturetno. Aliran sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo yang
mengalir ke barat dan menyatu dengan K. Opak. Sebagian endapan permukaan di
daerah ini adalah lempung hitam dan endapan danau purba, sedangkan batuan
dasarnya adalah batugamping yang terendapkan dan membentuk kipas aluvial pada
cekungan/basin baturetno.
2. Gunungapi Muda
Gunungapi Muda berdasarkan gambar diatas
berada di Yogyakarta di sebelah utara Kali Opak.
3. Gunungapi Tua
Gunungapi tua berdasarkan gambar diatas berada
di sebelah utara Kambengan dan sebelah timur Plopoh.
4. Kepek
Lokasi tipe dari
formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di sebelah barat
Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah barat Wonosari
yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping
berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.
Formasi Kepek umumnya
berlapis baik dengan kemiringan kurang dari 10o dan kaya akan
fosil foraminifera kecil. Fosil yang terkandung di antaranya Globorotalia
plesiotumidaBLOW dan BANNER, Globorotalia
merotumida, Globoquadrina dehiscens CHAPMAN, PARR dan COLLINS, Amphistegina sp., Textularia sp., Cibicides sp., Cassidulina sp. dan Virgulina sp. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka umur Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga Pliosen. Formasi Kepek menjemari dengan bagian atas dari Formasi Wonosari-Punung. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) (Samodra, 1984, dalam Bronto dan Hartono, 2001).
merotumida, Globoquadrina dehiscens CHAPMAN, PARR dan COLLINS, Amphistegina sp., Textularia sp., Cibicides sp., Cassidulina sp. dan Virgulina sp. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka umur Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga Pliosen. Formasi Kepek menjemari dengan bagian atas dari Formasi Wonosari-Punung. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) (Samodra, 1984, dalam Bronto dan Hartono, 2001).
5. Batugamping Wonosari
Batugamping Wonosari
sama dengan Formasi Wonosari. Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan
satu dengan Formasi Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur
karena di lapangan keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi
Wonosari-Punung. Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya,
membentuk bentang alam Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung
Sewu. Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan
stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di
bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan
karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu.
Sedangkan sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian
timur.
Berdasarkan kandungan
fosil foraminifera besar dan kecil yang melimpah, diantaranyaLepidocyclina
sp. dan Miogypsina sp., ditentukan umur formasi ini adalah
Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya adalah laut
dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk, 1992).
6. Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi
ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan
napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh batugamping
berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Batugamping berlapis tersebut
umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit yang mengandung
fragmen andesit membulat. Formasi Oyo tersebar luas di sepanjang K. Oyo.
Ketebalan formasi ini lebih dari 350 meter dan kedudukannya menindih secara
tidak selaras di atas Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu
serta menjemari dengan Formasi Oyo.
Formasi Oyo umumnya
berlapis baik. Sedangkan fosil yang dijumpai antara lainCycloclypeus
annulatus MARTIN, Lepidocyclina rutteni VLERK, Lepidocyclina
ferreroiPROVALE, Miogypsina polymorpha RUTTEN dan Miogypsina
thecideaeformis RUTTEN yang menunjukkan umur Miosen Tengah hingga
Miosen Akhir (Bothe, 1929). Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal (zona
neritik) yang dipengaruhi kegiatan gunungapi.
7. Formasi Andesit Tua
Batuan penyusun dari
formasi ini terdiri atas Breksi andesit, Tuf, Tuf Tapili, Aglomerat dan sisipan
aliran lava andesit. Lava, terutama terdiri dari Andesit hiperstein dan Andesit
augit hornblende (Wartono Raharjo dkk, 1977).
Formasi Andesit Tua
ini dengan ketebalan mencapai 500 meter mempunyai kedudukan yang tidak selaras
di atas formasi Nanggulan. Batuan penyusun formasi ini berasal dari kegiatan
vulaknisme di daerah tersebut, yaitu dari beberapa gunung api tua di daerah
Pegunungan Kulon Progo yang oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Gunung Api
Andesit Tua. Gunung api yang dimaksud adalah Gunung Gajah, di bagian tengah
pegunungan, Gunung Ijo di bagian selatan, serta Gunung Menoreh di bagian utara
Pegunungan Kulon Progo.
Aktivitas dari Gunung
Gajah di bagian tengah mengahsilkan aliran-aliran lava dan breksi dari andesit
piroksen basaltic. Aktivitas ini kemudian diikuti Gunung Ijo di bagian selatan
Pegunungan Kulon Progo, yang menghasilkan Andesit piroksen basaltic, kemudian
Andesit augit hornblende dan kegiatan paling akhir adalah intrusi Dasit. Setelah
denudasi yang kuat, sedikit anggota dari Gunung Gajah telah tersingkap, di
bagian utara, Gunung Menoreh ini menghasilkan batuan breksi Andesit
augithornblende, yang disusul oleh intrusi Dasit dan Trakhiandesit.
Purnamaningsih (1974,
vide warttono rahardjo, dkk, 1977) menyebutkan telah menemukan kepingan Tuff
napalan yang merupakan fragmen Breksi. Kepingan Tuff napalan ini merupakan
hasil dari rombakan lapisan yang lebih tua, dijumpai di kaki gunun Mujil. Dari
hasil penelitian, kepingan Tuff itu merupakan fosil Foraminifera plantonik yang
dikenal sebagai Globigerina ciperoensis bolli, Globigerina geguaensis weinzrel;
dan applin serta Globigerina praebulloides blow. Fosil-fosil ini menunjukkan
umur Oligosen atas.
Formasi Andesit Tua
secara stratrigrafis berada di bawah Formasi Sentolo. Harsono Pringgoprawiro
(1968, hal.8) dan Darwin Kadar (1975, hal.2) menyimpulkan bahwa umur Formasi
Sentolo berdasarkan penelitian terhadap Foraminifera plantonik adalah berkisar
antara Awal Meiosen sampai Pliosen. Formasi Nanggulan, yang terletak di bawah
Formasi Andesit Tua mempunyai kisaran umur Eosen Tengah hingga Oligosen Atas
(hartono, 1969, vide Wartono Rahardjo, dkk, 1977). Jika kisaran umur itu
dipakai, maka Formasi Andesit Tua diperkirakan berumur Oligosen Atas sampai Meiosen
Bawah. Menurut Purbaningsih (1974, vide wartono Rahardjo, dkk, 1977) umur
Formasi Tua ini adalah Oligosen.
8. Patahan Normal dan Flexure
Patahan normal adalah
patahan dip-slip dimana bongkahan batuan yang ada di bagian atas tergelincir ke
arah bawah relatif terhadap bongkahan batuan di bawahnya.
Flexure adalah suatu bentukan yang terjadi
jika pergeseran ke arah vertikal antara dua blok batuan yang besar, hanya
melampaui jarak yang tidak panjang, sehingga antara dua massa batuan yang
bergeser tersebut tidak sampai putus, melainkan hanya terjadi atau membentuk
tarikan saja.
No comments:
Post a Comment